Suksesi Pimpinan Sekolah Inklusi
Suksesi kepemimpinan adalah hal yang wajar. Promosi, mutasi, menjadi bagian dari proses yang mesti dijalani. Yang lama diganti baru, yang lama diganti lama, dengan pertimbangan yang tidak sama.
Adalah saya, guru biasa yang hanya bisa iya dengan apa yang mesti diterima. Pun halnya ketika sepuluh tahun lalu, saat saya ditempatkan di sekolah ini, saya juga tidak punya prasangka. Hanya bisa iya, dan saya jalani dengan bahagia.
Saat saya tiba di sekolah ini, 2009 lalu, tak dapat saya bayangkan sebelumnya bahwa saya bisa di sini. Memikul tanggung jawab sebagai abdi negri, melanjutkan estafet pendahulu kami, mencerdaskan putra putri kebanggan pertiwi.
Saya hanya bisa terdiam terima kabar hari ini. Bahwa riak-riak suksesi itu mengalir pula ke sini, sekolah kami. Padahal selama dua tahun ini, saya rasa baik-baik saja. Oh, mungkin itu menurut saya, menurut lainnya mungkin tak sama.
Januari 2017, dengan perasaan yang hampir sama, momentnya juga serupa. Kepala Sekolah lama, bergeser ke sekolah lainnya. Meninggalkan kesan, yang dirasa berbeda tiap orangnya. Menyambut wajah baru yang sama sekali tak kita kenal sebelumnya. Hari ini? Begitu halnya. Semoga sama amanahnya.
Biarlah kami yang sini tetap begini, tetap menggenggam erat harapan anak didik kami. Meski kawan-kawan kecil kami inklusi, itu juga anak negri. Yang punya hak dengan ilmu yang kami miliki. Setiap pagi, mereka menanti kami, datang membawa secuil harapan dirinya sendiri-sendiri, yang mungkin berbeda dengan lainnya.
Yang kami hormati pimpinan kami, maafkan jika selama bersama dengan kami banyak salah dan khilaf kami. Mudah-mudahan kebersamaan yang sebentar ini, menjadi cambuk bagi kami, melecutkan harapan tuk esok pagi.
Yang kami hormati pengganti pimpinan kami, Mudah-mudahan kita bisa bergandeng tangan meneruskan perjalanan ini menjadi penuh arti. Berharap bisa bersinergi, seperti hari-hari sebelum ini.
Kartasura, penghujung Sukoharjo, menjelang akhir Maret tahun dua ribu sembilan belas. Tepat saat tanggal dua puluh delapan sebentar lagi bergulir ke dua puluh sembilan. Saat sebentar lagi cairan rapelan, dan bulan depan, Pemilu Presiden dan Anggota Dewan, Salam.
Adalah saya, guru biasa yang hanya bisa iya dengan apa yang mesti diterima. Pun halnya ketika sepuluh tahun lalu, saat saya ditempatkan di sekolah ini, saya juga tidak punya prasangka. Hanya bisa iya, dan saya jalani dengan bahagia.
Dokumentasi Pribadi, 16 Maret 2019 |
Saya hanya bisa terdiam terima kabar hari ini. Bahwa riak-riak suksesi itu mengalir pula ke sini, sekolah kami. Padahal selama dua tahun ini, saya rasa baik-baik saja. Oh, mungkin itu menurut saya, menurut lainnya mungkin tak sama.
Januari 2017, dengan perasaan yang hampir sama, momentnya juga serupa. Kepala Sekolah lama, bergeser ke sekolah lainnya. Meninggalkan kesan, yang dirasa berbeda tiap orangnya. Menyambut wajah baru yang sama sekali tak kita kenal sebelumnya. Hari ini? Begitu halnya. Semoga sama amanahnya.
Biarlah kami yang sini tetap begini, tetap menggenggam erat harapan anak didik kami. Meski kawan-kawan kecil kami inklusi, itu juga anak negri. Yang punya hak dengan ilmu yang kami miliki. Setiap pagi, mereka menanti kami, datang membawa secuil harapan dirinya sendiri-sendiri, yang mungkin berbeda dengan lainnya.
Yang kami hormati pimpinan kami, maafkan jika selama bersama dengan kami banyak salah dan khilaf kami. Mudah-mudahan kebersamaan yang sebentar ini, menjadi cambuk bagi kami, melecutkan harapan tuk esok pagi.
Yang kami hormati pengganti pimpinan kami, Mudah-mudahan kita bisa bergandeng tangan meneruskan perjalanan ini menjadi penuh arti. Berharap bisa bersinergi, seperti hari-hari sebelum ini.
Kartasura, penghujung Sukoharjo, menjelang akhir Maret tahun dua ribu sembilan belas. Tepat saat tanggal dua puluh delapan sebentar lagi bergulir ke dua puluh sembilan. Saat sebentar lagi cairan rapelan, dan bulan depan, Pemilu Presiden dan Anggota Dewan, Salam.