Tips Membuat Paragraf Pertama Sebuah Cerpen
Ini adalah catatan saya selama mengikuti kelas cerpen bareng Mbak Ajeng Maharani. Catatan mengenai paragraf pertama sebuah cerpen. Paragraf pertama sebuah cerpen bisa dikatakan adalah nyawa dari cerita.
Mengapa? Karena paragraf pertama adalah awal dari keseluruhan cerita. Banyak pembaca akan meneruskan apa yang dibaca setelah membaca paragraf pertama. Jika paragraf pertama itu baik dan menarik, maka minat pembaca akan meningkat untuk menyelesaikan keseluruhan isi cerita. Tapi jika tidak, tamat sudah.
Itulah kenapa kita harus memikirkan benar-benar apa yang hendak kita tulis pada paragraf pertama. Bahkan dari sejak kalimat pertama.
Berikut tips dari Mbak Ajeng bagaimana membuat paragraf pertama yang menarik
Catatan :
Contoh:
Keenam tips di atas memang bukan menjadi aturan baku dalam menulis paragraf pertama sebuah cerpen. Akan tetapi kita bisa memodifikasi sesuai dengan gaya menulis masing-masing. Meskipun demikian keenam hal tersebutlah secara garis besar yang biasa digunakan. Memodifikasi sendiri tentu lebih bagus. Kita membuat sebuah kebaruan dalam berkarya.
Itulah kenapa kita harus memikirkan benar-benar apa yang hendak kita tulis pada paragraf pertama. Bahkan dari sejak kalimat pertama.
Berikut tips dari Mbak Ajeng bagaimana membuat paragraf pertama yang menarik
1. Menggunakan adegan yang tidak biasa.
Contoh:
SEBUAH dompet tergeletak di dekat selokan, berisi uang jutaan rupiah dan beberapa lembar tulisan aneh. Aku tidak tahu siapa pemilik dompet ini, tetapi kukira dia manusia dermawan dan tidak memikirkan soal dunia. Salah satu tulisan itu berbunyi: boleh ambil sesuka Anda, tetapi jangan semua, dan kembalikan dompet itu ke tempat di mana Anda menemukannya. (Agama Baru Penemu Dompet - Ken Hanggara)
2. Memulai dengan menampilkan konflik.
Contoh:
SAAT aku kecil, Ibu selalu berkata, “Kau boleh membuka lemari apa pun di rumah ini, tapi bukan lemari Ibu!” Dan setiap kali aku mendekati lemari itu, memandangnya dengan likat, Ibu akan selalu menghardik dengan mata yang dibulat-bulatkan. Ia mengusirku dan mengucapkan kata-kata yang selalu saja sama: Jangan dekati lemari Ibu, Manna! (Rahasia Lemari Ibu - Ajeng Maharani)
3. Menampilkan pertanyaan.
Contoh:
MARIA bukan tidak suka ke sekolah. Ia sangat suka matematika dan rapornya tidak pernah dapat merah. Ia anak pintar dan punya 29 piala sejak tiga tahun masuk sekolah dasar. Piala itu didapat dari bermacam-macam prestasi dan lomba. Jadi, bagaimana mungkin Maria benci sekolah? (Maria Takut Dimangsa Anjing - Ken Hanggara)
________________
'Apa kamu percaya, seekor kupu-kupu bisa saja datang padamu sebagai sebuah pertanda?'
Kupu-kupu itu datang bersama senja. Dia terbang sedikit kebingungan di langit-langit ruang tamuku. Sayapnya berwarna hitam keabu-abuan. Ada sedikit bintik biru (atau hijau?) di bagian ujungnya. Seekor cicak dewasa dengan tubuh gemuk dan ekor yang bergetar-getar, menekuninya dengan seksama. Bersiap untuk menyambar. Suamiku berkata, “Usir kupu-kupu itu keluar, Ma!” Seekor kupu-kupu tidak akan bisa membunuhmu, Pa, jawabku datar. Suamiku melengos, lalu masuk ke dalam kamar. Menutup pintunya. (Seekor Kupu-kupu di Langit Rumah - Ajeng Maharani)
4. Meminjam kutipan kalimat dari cerpen lain. (meminjam bukan berarti praktik plagiatisme, selama kita cantumkan sumber dan kalimat selanjutnya dalam paragraf tersebut adalah tulisan kita)
Contoh:
Apakah kamu belum mendengar perihal orang gila yang menyalakan lentera di pagi cemerlang, menywruak ke pasar, dan berteriak tanpa henti, "Kucari Tuhan! Kucari Tuhan!"
-- Fredrich Niwtzsche, Die Froliche Wissenschaft
Belukar hujan melebat cepat dan aku tersaruk ke emperan surau. Terbebas dari kuyup yang tak perlu. Rumah hanya selemparan tembok lagi, tapi hujan celaka ini telah menghentikanku. Aku berdiri membentur dinding, menyaksikan dunia menjadi kelabu, dan merasa sedih atas kesendirianku. (Surau - Eka Kurniawan)
5. Tampilkan keunikan tokohmu.
Contoh:
Faisal kawin lagi!
Macua sampai menurunkan bulang hingga menutup separuh daun telinga. Ia sedang berupaya tuli dari gunjingan yang tak kunjung sunyi. Sejak ketupat masih penuh dalam keranjang sampai ikan gabus hanya menyisakan tulang, kabar anaknya yang poligami masih membahana seantero kampung Sungai Paring. Orang-orang berkicau bagai sekawanan burung pipit di pematang pada musim padi kuning keemasan. (Tungku Perkawinan - Miranda Seftiana)
6. Memulai dengan dialog yang memikat.
Contoh:
”PELAN-pelan, aku akan mati karena dimakan sebuah kue.”
ITU ayah ucapkan padaku tepat satu minggu setelah ia diangkat menjadi juru potong kue di kantornya. Awalnya aku bingung, kok bisa ayah menjadi juru potong kue, padahal kata ibu, ayah seorang akuntan yang hebat. (Kue Itu Memakan Ayahku - Guntur Alam)
__________________
Catatan :
- Hindari pembuka cerita atau paragraf pertama yang memuat serangan cuaca >>> deskripsi setting berlebihan.
Contoh:
Hati yang pilu, mungkin tempat ini yang pas. Cuaca yang cerah, langit biru sempurna, awan-awan putih bergerombol dan berarak-arak, menyerupai sekumpulan domba, mungkin akan melunturkan sedih di dada. Pemandangan yang dibaluti air berwarna biru mungkin bisa menyejukkan hati ini. Angin sepoi-sepoi mungkin bisa menemaniku yang sendiri ini.
- Dalam menulis cerpen, hindari menggunakan bunyi-bunyian, seperti: Brak! Kriet! Duar! dsb
Keenam tips di atas memang bukan menjadi aturan baku dalam menulis paragraf pertama sebuah cerpen. Akan tetapi kita bisa memodifikasi sesuai dengan gaya menulis masing-masing. Meskipun demikian keenam hal tersebutlah secara garis besar yang biasa digunakan. Memodifikasi sendiri tentu lebih bagus. Kita membuat sebuah kebaruan dalam berkarya.