Ingin Menerbitkan Buku? Bedakan Dahulu Penerbit Mayor atau Indie
Kurun waktu terakhir di beranda media sosial saya, berseliweran karya teman-teman guru. Karya yang saya maksud adalah buku. Di era yang seperti sekarang menerbitkan buku, adalah hal yang lumrah.
Asalkan kita punya naskah, untuk menjadikannya sebuah buku, itu sangat mungkin terlaksana. Tergantung kita, akan menerbitkannya di penerbit mayor, atau memilih penerbit indie. Sebenarnya apa sih perbedaan keduanya? Tentu beda dong, dari namanya saja beda.
Di penerbit mayor, ada proses seleksi naskah. Maksudnya, tidak semua naskah masuk akan diterima, seleksinya ketat. Naskah yang masuk, dapat diterima bisa juga ditolak. Banyak faktor yang menjadi pertimbangan penerbit menerima atau menolak naskah.
Setelah naskah diterima, maka tinggal mengikuti alur proses yang dipersyaratkan dari penerbit tersebut. Semua biaya, mulai dari editing, lay out, design sampul dan lain sebagainya ditanggung penerbit. Bahkan ketika nanti bukunya laku di pasaran, penulis akan mendapat royalti. Besarannya kalau saya tidak salah 10% dari harga buku, dipotong pajak.
Kata Mas Eko Prasetyo, salah satu punggawa Media Guru dalam bukunya "Menulis Buku Populer untuk Personal Branding" menggambarkan alur penerbitan seperti berikut:
Atau bisa jadi penulis mengusahakan jasa edit, lay out, design sampul sendiri, jadi penerbit hanya menfasilitasi jasa ISBN dan cetak saja, itu juga ada. Maka tak heran jika yang seperti ini ada yang menyebut self publishing.
Lalu bagaimana dengan royalti? Karena ibarat modalnya dari penulis, maka 100% hasil penjualannya akan dikantongi penulis. Itupun jika penulis berniat untuk mengkomersilkan bukunya. Karena ada sebagian penulis yang memilih penerbit indie hanya sekedar untuk membukukan tulisannya, tidak untuk dijual. Meski demikian berkaitan dengan royalti, tergantung kesepakatan antara penulis dan penerbitnya juga.
Jika pada penerbit mayor buku dicetak secara massal, bisa 3.000 eksemplar pada cetakan pertama, atau minimal 1.000 eksemplar, penerbit indie tak demikian. Cetak minimal untuk penerbit indie variatif, tergantung penerbitnya.
Masih dalam buku yang sama, Mas Eko juga menyebutnya penerbitan jalur cepat, alurnya seperti di atas.
Nah begitulah kurang lebih beda antara penerbit mayor dan indie. Teman-teman mau menerbitkan buku di mana? Pilihan ada di tangan anda.
Asalkan kita punya naskah, untuk menjadikannya sebuah buku, itu sangat mungkin terlaksana. Tergantung kita, akan menerbitkannya di penerbit mayor, atau memilih penerbit indie. Sebenarnya apa sih perbedaan keduanya? Tentu beda dong, dari namanya saja beda.
PENERBIT MAYOR
Penerbit Mayor bisa dikatakan penerbit besar. Memiliki modal yang cukup besar. Buku-buku terbitannya terpajang di toko-toko buku, tersebar di pelosok negri. Gramedia Pustaka Utama, Mizan, Republika, Yudhistira, Erlangga, Noura, Bentang Pustaka dan lain sebagainya adalah contoh dari Penerbit Mayor.Di penerbit mayor, ada proses seleksi naskah. Maksudnya, tidak semua naskah masuk akan diterima, seleksinya ketat. Naskah yang masuk, dapat diterima bisa juga ditolak. Banyak faktor yang menjadi pertimbangan penerbit menerima atau menolak naskah.
Setelah naskah diterima, maka tinggal mengikuti alur proses yang dipersyaratkan dari penerbit tersebut. Semua biaya, mulai dari editing, lay out, design sampul dan lain sebagainya ditanggung penerbit. Bahkan ketika nanti bukunya laku di pasaran, penulis akan mendapat royalti. Besarannya kalau saya tidak salah 10% dari harga buku, dipotong pajak.
Kata Mas Eko Prasetyo, salah satu punggawa Media Guru dalam bukunya "Menulis Buku Populer untuk Personal Branding" menggambarkan alur penerbitan seperti berikut:
PENERBIT INDIE
Kebalikan dari penerbit mayor adalah penerbit indie. Bedanya dari penerbit mayor, pada penerbitan indie hampir semua naskah masuk akan diterima. Biaya terkait editing, lay out, design sampul dan lain sebagainya ditanggung oleh penulis.Atau bisa jadi penulis mengusahakan jasa edit, lay out, design sampul sendiri, jadi penerbit hanya menfasilitasi jasa ISBN dan cetak saja, itu juga ada. Maka tak heran jika yang seperti ini ada yang menyebut self publishing.
Lalu bagaimana dengan royalti? Karena ibarat modalnya dari penulis, maka 100% hasil penjualannya akan dikantongi penulis. Itupun jika penulis berniat untuk mengkomersilkan bukunya. Karena ada sebagian penulis yang memilih penerbit indie hanya sekedar untuk membukukan tulisannya, tidak untuk dijual. Meski demikian berkaitan dengan royalti, tergantung kesepakatan antara penulis dan penerbitnya juga.
Jika pada penerbit mayor buku dicetak secara massal, bisa 3.000 eksemplar pada cetakan pertama, atau minimal 1.000 eksemplar, penerbit indie tak demikian. Cetak minimal untuk penerbit indie variatif, tergantung penerbitnya.
Nah begitulah kurang lebih beda antara penerbit mayor dan indie. Teman-teman mau menerbitkan buku di mana? Pilihan ada di tangan anda.